LAPORAN PENDAHULUAN
ASMA BRONKHIALE
1.
Definisi
Asma bronchial adalah penyakit
inflamasi obstruktif yang ditandai oleh periode episodik spasme otot-otot polos
dalam dinding saluran bronkhial (spasme bronkus). Spasme bronkus ini
menyempitkan jalan nafas sehingga membuat pernafasan menjadi sulit dan
menimbulkan bunyi mengi (Asih & Effendy, 2004).
Asma bronchial adalah penyakit jalan
nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronki berespons
dalam secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu, asma dimanifestasikan
dengan penyempitan jalan nafas yang mengakibatkan dispnea, batuk dan mengi (
Brunner & Suddarth, 2002).
Asma bronchial didefinisikan sebagai
penurunan fungsi paru dan hiperesponsitas jalan nafas terhadap berbagai
ransang, karakteristik meliputi bronkospasme, hipersekresi mukosa dan perubahan
inflamasi jalan nafas (Campbell & Haggerty dalam Carpenito, 1999).
Asma bronchial merupakan penyakit
alergi yang menyebabkan spasme pada bronkiolus. Penderita akan mengalami
kesulitan akan menghembuskan napas (ekspirasi). Penderita kelihatan sesak napas
dan pada saat ekspirasi napasnya berbunyi wheezing (mengik) (Irfanuddin, 2008).
Asma bronchial merupakan penyakit
alergi yang dipengaruhi oleh sistem imun tubuh. Sum-sum tulang belakang merupakan
tempat produksi sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (lekosit) dan
keping darah. Leukosit berfungsi sebagai serdadu tubuh yaitu membunuh dan
memakan bibit penyakit/bakteri yang masuk kedalam tubuh. Sel leukosit meliputi
:
- Agranulosit
Sel leukosit yang tidak mempunyai
granula didalamnya, yang terdiri dari :
1. Limfosit, macam leukosit yang dihasilkan dari
jaringan RES dan kelenjar limfe, bentuknya ada yang besar dan kecil, didalam
sitoplasmanya tidak terdapat granula dan intinya besar, banyak 20-25% dan
fungsinya membunuh dan memakan bakteri yang masuk kedalam jaringan tubuh.
Limfosit memproduksi antibodi, meliputi :
·
IG M
Berfungsi sebagai reseptor permukaan
sel dan untuk tempat antigen melekat dan disekresikan dalam tahap-tahap awal
respon.
·
IG G
Paling banyak terdapat dihasilkan di
darah dihasilkan dalam jumlah besar ketika tubuh terpajan ulang ke antigen yang
sama. Bersama-sama IG M dan IG G bertanggung jawab pada sebagian besar respon
imun spesifik terhadap bakteri dan beberapa jenis virus.
·
IG E
Mediator antibodi untuk respon alergi misalnya asma, biduran.
·
IG A
Dalam sekresi sistem pencernaan, pernapasan dan genitourinaria
serta didalam air susu dan air mata.
·
IG D
Terdapat dipermukaan sel B, tetapi
fungsi belum jelas.
2.Monosit
Terbanyak dibuat di sum-sum merah,
lebih besar dari limfosit, fungsinya sebagai fagosit dan banyaknya 34% dibawah
mikroskop terlihat bahwa protoplasmanya lebar, warna biru sedikit abu-abu
mempunyai bintik-bintik sedikit kemerahan. Inti selnya bulat atau panjang
warnaya lembayung muda.
b. Granulosit, disebut juga leukosit granular,
terdiri dari :
- Neotrofil atau polimor nuklear leukosit, mempunyai inti sel yang berangkai kadang-kadang seperti terpisah-pisah, protoplasmanya banyak bintik-bintik halus/granula, banyaknya 60%-70%.
- Eosinofil. Ukuran dan bentuknya hampir sama dengan neutrofil tetapi granula dalam sitoplasmanya lebih besar, banyaknya kira-kira 24%.
- Basofil, sel ini kecil dari pada eosinofil tetapi mempunyai inti yang bentuknya teratur, didalam protoplasmanya terdapat granula-granula besar. Banyaknya ½% disum-sum merah, fungsinya tidak diketahui.
2.
Etiologi
Asma sering dicirikan sebagai alergik,
idiopatik, nonalergik atau gabungan, yaitu:
a) Asma Alergik
Asma alergik disebabkan oleh alergen
atau alergen-alergen yang dikenal (mis: serbuk sari, binatang, amarah, dan
jamur) kebanyakan alergen terdapat diudara dan musiman. Pasien dengan asma
alergik biasanya mempunyai riwayat keluarga yang alergik dan riwayat masa lalu
ekzema atau rhinitis alergik. Pejanan terhadap alergen mencetus asma.
b) Asma Idiopatik atau Non alergik
Asma idiopatik atau nonalergik tidak
ada hubungan dengan alergen spesifik. Faktor-faktor, seperti comman cold,
infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi dan polutan lingkungan yang dapat
mencetuskan ransangan.
Beberapa agens farmakologi, seperti
aspirin dan agens anti inflamsi non steroid lainnya, pewarna rambut, antagonis
beta-adrenergik dan agens sulfit (pengawet makanan) juga menjadi faktor.
Serangan asma idiopatik atau
nonalergik menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan
dapat berkembang menjadi bronkitis kronis dan emfisema. Beberapa pasien akan
mengalami asma gabungan.
c) Asma Gabungan
Asma gabungan adalah asma yang paling
umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik maupun bentuk
idiopatik atau non alergik
3.
Patofisiologi
Patofisiologi asma tampaknya
melibatkan suatu hiperresponsivitas reaksi peradangan. Pada respons alergi di
saluran nafas, antibodi IgE berikatan dengan alergen dan menyebabkan granulasi
sel mast. Akibat granulasi tersebut, histamin dilepaskan. Histamin menyebabkan
kontriksi otot polos bronkiolus. Apabila respons histaminnya berlebihan, maka
dapat timbul spasme asmatik. Karena histamin juga meransang pembentukan mukus dan
meningkatkan permeabilitas kapiler, maka juga akan terjadi kongesti dan
pembengkakkan ruang intestisium paru.
Individu yang mengalami asma mungkin
memiliki respons Ig E yang sensitif berlebihan terhadap suatu alergen atau
sel-sel mast nya terlalu mudah mengalami degranulasi. Di manapun letak
hipersensitivitas respons peradangan tersebut, hasil akhirnya adalah
bronkospasme, pembentukan mukus, edema, dan obstruksi aliran udara. Apakah
kejadian pencetus dari suatu serangan
asma adalah infeksi virus, debu, atau iritan alergi, reaksi peradangan
hipersensitif dapat mencetuskan suatu serangan. Olah raga juga dapat berlaku
sebagai suatu iritan karena terjadi aliran udara keluar masuk paru dalam jumlah
besar dan cepat. Udara ini belum mendapat pelembaban (humidifikasi),
penghangatan, atau pembersihan dari partikel-partikel debu secara adekuat
sehingga dapat mencetuskan serangan asma.
Antagonis beta-adrenergik merupakan
hal yang biasanya menyebabkan obstruksi jalan napas pada pasien asma demikian
juga dengan pasien lain dengan peningkatan reaktivitas jalan napas. Oleh karena
itu beta-adrenergik harus dihindarkan pada pasien asma. Senyawa sulfat yang
secara luas digunakan sebagai agen sanitasi dan pengawet dalam industri makanan
dan farmasi juga dapat menimbulkan obstruksi jalan napas pada pasien.
Faktor penyebab yang telah disebutkan
diatas ditambah dengan sebab internal akan mengakibatkan timbulnya reaksi anti
gen dan antibodi. Reasi tersebut mengakibatnya dikeluarkannya substansi alergi
yang sebetulnya merupakan mekanisme tubuh dalam menghadapi serangan, yaitu
dikeluarkannya histamin, bradikinin, dan anafilatoksin. Sekresi zat-zat
tersebut menimbulkan tiga gejala seperti berkontraksinya otot polos, peningktan
permeabilitas kapiler dan peningkatan sekresi mukus.
4.
Manfestasi Klinis
Gejala
asma terdiri atas triad : dispnue, batuk dan mengik (bengek atau sesak napas).
Gejala sesak napas sering dianggap sebagai gejala yang harus ada (sin qua non).
Hal tersebut berarti jika penderita menganggap penyakitnya adalah asma namun
tidak mengeluhkan sesak napas, maka perawat harus yakin pasien bukan penderita
penyakit asma.
Gambaran
klinis pasien yang menderita asma:
- Gambaran objektif yang ditangkap adalah kondisi pasien dalam keadaan seperti ini:
·
Sesak napas
parah dengan ekspirasi memanjang disertai wheezing.
·
Dapat
disertai batuk dengan sputum kental atau sulit dikeluarkan.
·
Bernapas
dengan menggunakan otot-otot napas tambahan.
·
Sianosis,
takikardia, gelisah dan pulsus paradoksus.
·
Fase
ekspirasi memanjang disertai wheezing.
- Gambaran subjektif adalah pasien mengeluhkan sukar bernapas, sesak dan anoreksia.
- Gambaran psikososial adalah cemas, takut, mudah tersinggung dan kurangnya pengetahuan pasien terhadap penyakitnya.
5. Patoflow.
6.
Komplikasi
Status asmatikus adalah keadaan spasme
brokiolus berkepanjangan yang mengancam nyama yang tidak dapat dipulihkan oleh
pengobatan. Pada keadaan ini, kerja pernafasan sangat meningkat. Appabila kerja
pernafasan meningkat, maka kebutuhan oksigen juga meningkat. Karena individu
yang mengalami serangan asma tidak memenuhi kebutuhan oksigen normalnya, maka
jelas ia semangkin tidak sanggup untuk memenuhi kebutuhan oksigen yang sangat
tinggi yang dibutuhkan untuk bernafas melawan spasme bronkiolus, pembengkakan
bronkiolus, dan mukus yang kental
Situasi ini dapat menimbulkan
pneumothoraks akibat besarnya tekanan untuk melawan ventilasi. Apabila individu
kelelahan, maka dapat terjadi asidosis respiratorik, kegagalan pernafasn, dan
kematian.
7. Diagnosis
1. Perangkat
Diagnosis
a) Analisa gas darah mungkin memperlihatkan
penurunan konsentrasi oksigen arteri, dan mula-mula alkalosis respiratorik
karena karbon dioksida dikeluarkan bersama pernafasan yang cepat. Apabila
keadaan menetap atau memburuk, maka dapat terjadi asidosis respiratorik akibat
status asmatikus.
b) Volume akspirasi maksimum dan keepatan
maksimum ekspirasi menurun.
c) Di antara serangan asma, individu biasanya
asimtomatik. Namun, sebagian perubahan samar pada uji fungsi paru dapat dideteksi
pada keadaan tanpa serangan.
2. Pemeriksaan Diagnosis
a) Ronsen dada: Temuan normal selama periode
remisi
b) Uji fungsi paru: Dilakukan untuk
menentukan apakah abnormalitas fungsi bersifat obstruktif atau reatriktif;
untuk memperkirakan tingkat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek terapi, mis.
Bronkhodilator. Pemeriksaan fungsi pulmonari saat aktivitas juga mungkin
dilakukan untuk mengevaluasi toleransi terhadap aktivitas pada mereka yang
diketahui penyakit pulmonari proregsif
c) TLC: Kadang meningkat
d) Kapasitas respirasi: Meningkat
e) Volume residual: Meningkat
f) FEV/FVC: Rasio volume ekspiratori kuat
terhadap kapasitas vital kuat menurun
g) AGD: PaO2 menurun, PaCO2 menurun, PH
sedang
h) HSD dan hitung banding: Eosinofil
meningkat
i) Sputum: Kultur untuk menentukan adanya
infeksi, mengindentifikasi patogen, pemeriksaan sitologik untuk menyingkirkan
malignansi yang mendasar atau gangguan alergik
j) EKG: Penyimpangan aksis kanan, gelompang
P memunak
8.
Penatalaksanaan Medis
Pengobatan asma yang paling berhasil
adalah (1) menyingkirkan agens penyebab dan, (2) edukasi (penyuluhan)
kesehatan. Sasaran dari penatalaksanaan medis asma adalah untuk meningkatkan
fungsi normal individu, mencegah gejala kambuhan, cegah serangan hebat, dan
mencegah efek samping obat. Tujuan utama dari berbagai medikasi yang diberikan
untuk klien asma adalah untuk membuat klien mencapai relakasi bronkhial dengan
cepat, progresif dan berkelanjutan
Karena diperkirakan bahwa inflamasi adalah
proses fundamental dalam asma, maka inhalasi steroid bersama preparat inhalasi
ß2- Adrenergik lebih sering diresepkan. Penggunaan inhalasi steroid
memastikan bahwa obat mencapai lebih dalam kedalam paru dan tidak menyebabkan
efek samping yang berkaitan steroid oral. Direkomendasikan bahwa inhalasi
steroid akan menjadi berguna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar