Mata Kuliah Yang Kamu Sukai?

Selasa, 27 Desember 2011

Keperawatan "Sistem Pernapasan"


LAPORAN PENDAHULUAN
ASMA BRONKHIALE

1.    Definisi
Asma bronchial adalah penyakit inflamasi obstruktif yang ditandai oleh periode episodik spasme otot-otot polos dalam dinding saluran bronkhial (spasme bronkus). Spasme bronkus ini menyempitkan jalan nafas sehingga membuat pernafasan menjadi sulit dan menimbulkan bunyi mengi (Asih & Effendy, 2004).
Asma bronchial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronki berespons dalam secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu, asma dimanifestasikan dengan penyempitan jalan nafas yang mengakibatkan dispnea, batuk dan mengi ( Brunner & Suddarth, 2002).
Asma bronchial didefinisikan sebagai penurunan fungsi paru dan hiperesponsitas jalan nafas terhadap berbagai ransang, karakteristik meliputi bronkospasme, hipersekresi mukosa dan perubahan inflamasi jalan nafas (Campbell & Haggerty dalam Carpenito, 1999).
Asma bronchial merupakan penyakit alergi yang menyebabkan spasme pada bronkiolus. Penderita akan mengalami kesulitan akan menghembuskan napas (ekspirasi). Penderita kelihatan sesak napas dan pada saat ekspirasi napasnya berbunyi wheezing (mengik) (Irfanuddin, 2008).
Asma bronchial merupakan penyakit alergi yang dipengaruhi oleh sistem imun tubuh. Sum-sum tulang belakang merupakan tempat produksi sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (lekosit) dan keping darah. Leukosit berfungsi sebagai serdadu tubuh yaitu membunuh dan memakan bibit penyakit/bakteri yang masuk kedalam tubuh. Sel leukosit meliputi :
  1. Agranulosit
Sel leukosit yang tidak mempunyai granula didalamnya, yang terdiri dari :
1.   Limfosit, macam leukosit yang dihasilkan dari jaringan RES dan kelenjar limfe, bentuknya ada yang besar dan kecil, didalam sitoplasmanya tidak terdapat granula dan intinya besar, banyak 20-25% dan fungsinya membunuh dan memakan bakteri yang masuk kedalam jaringan tubuh. Limfosit memproduksi antibodi, meliputi :


·         IG M
Berfungsi sebagai reseptor permukaan sel dan untuk tempat antigen melekat dan disekresikan dalam tahap-tahap awal respon.
·         IG G
Paling banyak terdapat dihasilkan di darah dihasilkan dalam jumlah besar ketika tubuh terpajan ulang ke antigen yang sama. Bersama-sama IG M dan IG G bertanggung jawab pada sebagian besar respon imun spesifik terhadap bakteri dan beberapa jenis virus.
·         IG E
      Mediator antibodi untuk respon alergi misalnya asma, biduran.
·         IG A
Dalam sekresi sistem  pencernaan, pernapasan dan genitourinaria serta didalam air susu dan air mata.
·         IG D
Terdapat dipermukaan sel B, tetapi fungsi belum jelas.
2.Monosit
Terbanyak dibuat di sum-sum merah, lebih besar dari limfosit, fungsinya sebagai fagosit dan banyaknya 34% dibawah mikroskop terlihat bahwa protoplasmanya lebar, warna biru sedikit abu-abu mempunyai bintik-bintik sedikit kemerahan. Inti selnya bulat atau panjang warnaya lembayung muda.

b.      Granulosit, disebut juga leukosit granular, terdiri dari :
    • Neotrofil atau polimor nuklear leukosit, mempunyai inti sel yang berangkai kadang-kadang seperti terpisah-pisah, protoplasmanya banyak bintik-bintik halus/granula, banyaknya 60%-70%.
    • Eosinofil. Ukuran dan bentuknya hampir sama dengan neutrofil tetapi granula dalam sitoplasmanya lebih besar, banyaknya kira-kira 24%.
    • Basofil, sel ini kecil dari pada eosinofil tetapi mempunyai inti yang bentuknya teratur, didalam protoplasmanya terdapat granula-granula besar. Banyaknya ½% disum-sum merah, fungsinya tidak diketahui.

2.     Etiologi
Asma sering dicirikan sebagai alergik, idiopatik, nonalergik atau gabungan, yaitu:
a)      Asma Alergik
Asma alergik disebabkan oleh alergen atau alergen-alergen yang dikenal (mis: serbuk sari, binatang, amarah, dan jamur) kebanyakan alergen terdapat diudara dan musiman. Pasien dengan asma alergik biasanya mempunyai riwayat keluarga yang alergik dan riwayat masa lalu ekzema atau rhinitis alergik. Pejanan terhadap alergen mencetus asma.
b)      Asma Idiopatik atau Non alergik
Asma idiopatik atau nonalergik tidak ada hubungan dengan alergen spesifik. Faktor-faktor, seperti comman cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi dan polutan lingkungan yang dapat mencetuskan ransangan.
Beberapa agens farmakologi, seperti aspirin dan agens anti inflamsi non steroid lainnya, pewarna rambut, antagonis beta-adrenergik dan agens sulfit (pengawet makanan) juga menjadi faktor.
Serangan asma idiopatik atau nonalergik menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkitis kronis dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
c)      Asma Gabungan
Asma gabungan adalah asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik maupun bentuk idiopatik atau non alergik





3.    Patofisiologi
Patofisiologi asma tampaknya melibatkan suatu hiperresponsivitas reaksi peradangan. Pada respons alergi di saluran nafas, antibodi IgE berikatan dengan alergen dan menyebabkan granulasi sel mast. Akibat granulasi tersebut, histamin dilepaskan. Histamin menyebabkan kontriksi otot polos bronkiolus. Apabila respons histaminnya berlebihan, maka dapat timbul spasme asmatik. Karena histamin juga meransang pembentukan mukus dan meningkatkan permeabilitas kapiler, maka juga akan terjadi kongesti dan pembengkakkan ruang intestisium paru.

Individu yang mengalami asma mungkin memiliki respons Ig E yang sensitif berlebihan terhadap suatu alergen atau sel-sel mast nya terlalu mudah mengalami degranulasi. Di manapun letak hipersensitivitas respons peradangan tersebut, hasil akhirnya adalah bronkospasme, pembentukan mukus, edema, dan obstruksi aliran udara. Apakah kejadian pencetus  dari suatu serangan asma adalah infeksi virus, debu, atau iritan alergi, reaksi peradangan hipersensitif dapat mencetuskan suatu serangan. Olah raga juga dapat berlaku sebagai suatu iritan karena terjadi aliran udara keluar masuk paru dalam jumlah besar dan cepat. Udara ini belum mendapat pelembaban (humidifikasi), penghangatan, atau pembersihan dari partikel-partikel debu secara adekuat sehingga dapat mencetuskan serangan asma.
Antagonis beta-adrenergik merupakan hal yang biasanya menyebabkan obstruksi jalan napas pada pasien asma demikian juga dengan pasien lain dengan peningkatan reaktivitas jalan napas. Oleh karena itu beta-adrenergik harus dihindarkan pada pasien asma. Senyawa sulfat yang secara luas digunakan sebagai agen sanitasi dan pengawet dalam industri makanan dan farmasi juga dapat menimbulkan obstruksi jalan napas pada pasien.
Faktor penyebab yang telah disebutkan diatas ditambah dengan sebab internal akan mengakibatkan timbulnya reaksi anti gen dan antibodi. Reasi tersebut mengakibatnya dikeluarkannya substansi alergi yang sebetulnya merupakan mekanisme tubuh dalam menghadapi serangan, yaitu dikeluarkannya histamin, bradikinin, dan anafilatoksin. Sekresi zat-zat tersebut menimbulkan tiga gejala seperti berkontraksinya otot polos, peningktan permeabilitas kapiler dan peningkatan sekresi mukus.

4.     Manfestasi Klinis
         Gejala asma terdiri atas triad : dispnue, batuk dan mengik (bengek atau sesak napas). Gejala sesak napas sering dianggap sebagai gejala yang harus ada (sin qua non). Hal tersebut berarti jika penderita menganggap penyakitnya adalah asma namun tidak mengeluhkan sesak napas, maka perawat harus yakin pasien bukan penderita penyakit asma.
Gambaran klinis pasien yang menderita asma:
  1. Gambaran objektif yang ditangkap adalah kondisi pasien dalam keadaan seperti ini:
·         Sesak napas parah dengan ekspirasi memanjang disertai wheezing.
·         Dapat disertai batuk dengan sputum kental atau sulit dikeluarkan.
·         Bernapas dengan menggunakan otot-otot napas tambahan.
·         Sianosis, takikardia, gelisah dan pulsus paradoksus.
·         Fase ekspirasi memanjang disertai wheezing.
  1. Gambaran subjektif adalah pasien mengeluhkan sukar bernapas, sesak dan anoreksia. 
  2. Gambaran psikososial adalah cemas, takut, mudah tersinggung dan kurangnya pengetahuan pasien terhadap penyakitnya.
 5. Patoflow.
6.     Komplikasi
Status asmatikus adalah keadaan spasme brokiolus berkepanjangan yang mengancam nyama yang tidak dapat dipulihkan oleh pengobatan. Pada keadaan ini, kerja pernafasan sangat meningkat. Appabila kerja pernafasan meningkat, maka kebutuhan oksigen juga meningkat. Karena individu yang mengalami serangan asma tidak memenuhi kebutuhan oksigen normalnya, maka jelas ia semangkin tidak sanggup untuk memenuhi kebutuhan oksigen yang sangat tinggi yang dibutuhkan untuk bernafas melawan spasme bronkiolus, pembengkakan bronkiolus, dan mukus yang kental
Situasi ini dapat menimbulkan pneumothoraks akibat besarnya tekanan untuk melawan ventilasi. Apabila individu kelelahan, maka dapat terjadi asidosis respiratorik, kegagalan pernafasn, dan kematian.

7. Diagnosis
1. Perangkat Diagnosis
a)      Analisa gas darah mungkin memperlihatkan penurunan konsentrasi oksigen arteri, dan mula-mula alkalosis respiratorik karena karbon dioksida dikeluarkan bersama pernafasan yang cepat. Apabila keadaan menetap atau memburuk, maka dapat terjadi asidosis respiratorik akibat status asmatikus.
b)      Volume akspirasi maksimum dan keepatan maksimum ekspirasi menurun.
c)      Di antara serangan asma, individu biasanya asimtomatik. Namun, sebagian perubahan samar pada uji fungsi paru dapat dideteksi pada keadaan tanpa serangan.
2. Pemeriksaan Diagnosis
a)      Ronsen dada: Temuan normal selama periode remisi
b)      Uji fungsi paru: Dilakukan untuk menentukan apakah abnormalitas fungsi bersifat obstruktif atau reatriktif; untuk memperkirakan tingkat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek terapi, mis. Bronkhodilator. Pemeriksaan fungsi pulmonari saat aktivitas juga mungkin dilakukan untuk mengevaluasi toleransi terhadap aktivitas pada mereka yang diketahui penyakit pulmonari proregsif
c)      TLC: Kadang meningkat
d)      Kapasitas respirasi: Meningkat
e)      Volume residual: Meningkat
f)      FEV/FVC: Rasio volume ekspiratori kuat terhadap kapasitas vital kuat menurun
g)      AGD: PaO2 menurun, PaCO2 menurun, PH sedang
h)      HSD dan hitung banding: Eosinofil meningkat
i)       Sputum: Kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengindentifikasi patogen, pemeriksaan sitologik untuk menyingkirkan malignansi yang mendasar atau gangguan alergik
j)       EKG: Penyimpangan aksis kanan, gelompang P memunak

8.    Penatalaksanaan Medis
Pengobatan asma yang paling berhasil adalah (1) menyingkirkan agens penyebab dan, (2) edukasi (penyuluhan) kesehatan. Sasaran dari penatalaksanaan medis asma adalah untuk meningkatkan fungsi normal individu, mencegah gejala kambuhan, cegah serangan hebat, dan mencegah efek samping obat. Tujuan utama dari berbagai medikasi yang diberikan untuk klien asma adalah untuk membuat klien mencapai relakasi bronkhial dengan cepat, progresif  dan berkelanjutan
 Karena diperkirakan bahwa inflamasi adalah proses fundamental dalam asma, maka inhalasi steroid bersama preparat inhalasi ß2- Adrenergik lebih sering diresepkan. Penggunaan inhalasi steroid memastikan bahwa obat mencapai lebih dalam kedalam paru dan tidak menyebabkan efek samping yang berkaitan steroid oral. Direkomendasikan bahwa inhalasi steroid akan menjadi berguna.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar