Mata Kuliah Yang Kamu Sukai?

Selasa, 27 Desember 2011

Keperawatan Dewasa "AMI atau IMA"


ACUTE MYOCARD INFARCT

A.    Defenisi Acute Myocard Infarct

Infark adalah iskemia yang berlangsung lebih dari 30-45 menit akan menyebabkan kerusakan sel irreversible serta nekrosis atau kematian otot.(Sylvia A. price, 2005)
Infark miokard adalah nekrosis miokard akibat gangguan aliran darah ke otot jantung. (Kapita selekta Kedokteran, 2000)
Infark Myokard Akut (IMA)  adalah suatu keadaan nekrosis miokard yang akibat aliran darah ke otot jantung terganggu. (Hudack & Galo 1996).
Infark Miocard Akut adalah kematian jaringan miokard diakibatkan oleh kerusakan aliran darah koroner miokard (penyempitan atau sumbatan arteri koroner diakibatkan olehaterosklerosis atau penurunan aliran darah akibat syok atau perdarahan.  (Carpenito L.J. , 2000).
Infark miokardium mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat suplai darah yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang. (Brunner & Suddarth, 2001)

B.     Etiologi
1.      Gangguan pada arteri koronaria – berkaitan dengan atherosclerosis, kekakuan, atau penyumbatan total pada arteri oleh emboli atau trombus.
Menurunnya suplai oksigen disebabkan oleh tiga faktor, antara lain:
a.   Faktor pembuluh darah
           Hal ini berkaitan dengan kepatenan pembuluh darah sebagai jalan darah mencapai sel-sel jantung. Beberapa hal yang bisa mengganggu kepatenan pembuluh darah diantaranya: atherosclerosis (arteroma mengandung kolesterol), spasme (kontraksi otot secara mendadak/ penyempitan saluran), dan arteritis (peradangan arteri).
Spasme pembuluh darah bisa juga terjadi dan biasanya dihubungkan dengan beberapa hal antara lain : (i) mengkonsumsi obat-obatan tertentu, (ii) stress emosional atau nyeri, (iii) terpapar suhu dingin yang ekstrim, (iv) merokok.

b.   Faktor Sirkulasi
           Sirkulasi berkaitan dengan kelancaran peredaran darah dari jantung ke seluruh tubuh sampai lagi ke jantung. Kondisi yang menyebabkan gangguan pada sirkulasi diantaranya kondisi hipotensi. Stenosis (penyempitan aorta dekat katup) maupun insufisiensi yang terjadi pada katup-katup jantung (aorta, maupun trikuspidalis) menyebabkan menurunnya cardiak out put (COP)
c.   Faktor darah
           Darah merupakan pengangkut oksigen menuju seluruh bagian tubuh. Hal-hal yang menyebabkan terganggunya daya angkut darah antara lain : anemia, hipoksemia, dan polisitemia.

2.      Penurunan aliran darah system koronaria – menyebabkan ketidakseimbangan antara myocardial O2 Supply dan kebutuhan jaringan terhadap O2.
Pada penderita penyakit jantung, meningkatnya kebutuhan oksigen tidak mampu dikompensasi, diantaranya dengan meningkatnya denyut jantung untuk meningkatkan COP. Oleh karena itu, segala aktivitas yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan oksigen akan memicu terjadinya infark. Misalnya : aktivitas berlebih, emosi, makan terlalu banyak dan lain-lain. Hipertropi miokard bisa memicu terjadinya infark karena semakin banyak sel yang harus disuplai oksigen, sedangkan asupan oksigen menurun akibat dari pemompaan yang tidak efektive.

C.    Anatomi dan Fisiologi
Jantung memiliki empat ruang terpisah atau ruang . Majelis tinggi pada setiap sisi jantung, yang disebut atrium, menerima dan mengumpulkan darah yang datang ke jantung. atrium kemudian memberikan darah ke ruang bawah yang kuat, yang disebut ventrikel , yang memompa darah jauh dari jantung melalui kuat, kontraksi berirama.
Jantungmanusia sebenarnya adalah dua pompa di satu. Sisi kanan menerima darah oksigen-miskin dari berbagai daerah tubuh dan memberikan ke paru-paru. Dalam paru-paru, oksigen diserap dalam darah. Sisi kiri dari heartreceives darah kaya oksigen dari paru-paru dan menyampaikan ke seluruh tubuh.
Sinoatrial Node (sering disebut node node SA atau sinus) berfungsi sebagai alat pacu jantung alami bagi jantung. Terletak di daerah atas atrium kanan, itu mengirimkan impuls listrik yang memicu detak jantung masing-masing.

D.    Patofisiologi
Penyebab sumbatan tidak diketahui. Diperkirakan adanya penyempitan arteri koronaria yang disebabkan karena penebalan dari dinding pembuluh darah, vasospasme, emboli atau trombus. Karena penyempitan dinding pembuluh darah pada arteri koronaria menyebabkan suplay oksigen yang menuju ke jantung berkurang, jantung yang kekurangan oksigen akan mengubah metabolisme yang bersifat aerob menjadi anaerob, perubahan ini menyebabkan penurunan pembentukan fosfat yang berenergi tinggi dimana hasil akhir dari metabolisme anaerob ini berupa asam laktat, apabila berlangsung lebih dari 20 menit akan terjadi ischemia jantung yang meningkat, sehingga akan menyebabkan nyeri dada yang hebat bahkan karena nyeri dada yang hebat tersebut terjadi shock kardiogenik.
Hemodinamik mengalami perubahan yang menyebabkan berkurangnya curah jantung. Meningkatkan tekanan ventrikel kiri, retensi air dan garam sehingga dapat menimbulkan kelebihan cairan dalam tubuh. Perubahan hemodinamik ini bila berlangsung lama akan menyebabkan jaringan rusak bahkan kematian pada otot jantung.

E.     Manifestasi Klinis

Adapun Manifestasi Klinis Acute Myocard Infarct (AMI) yakni
1.      Nyeri dada menetap, nyeri dada bagian tengah dan epigastrium tidak hilang dengan istirahat atau nitrat, nyeri menyebar secara luas ; dapat menyebabkan arrhythmias, hypotension, shock, gagal jantung
2.      Banyak keringat, kulit lengas lembab
3.      Tekanan darah menurun
4.      Dyspnea, kelemahan, dan membuat pingsan
5.      Nausea dan vomiting
6.      Cemas dan gelisah
7.      Tachycardia atau bradycardia
8.      kelelahan berat
9.      abdominal distres atau epigastric distres
10.  nafas pendek.
Banyak pasien tidak memiliki tanda dan gejala di atas yang disebut dengan ”silent myocardial infarctions”. Meskipun terjadi kerusakan myocardium.

F.     Patoflow

G.    Komplikasi
1.      Infark menyebar ke organ lain
Kontraktilitas berkurang sehingga menimbulkan tromboembolus, tromboembolus ini akan menyebabkan sumbatan di bagian jantung lain yang tidak terkena infark
2.      Gagal jantung kongestif
Jantung tidak mampu memompa keluar semua darh yang diterimanya. Dapat timbul pada infark yang cukup luas timbul setelah pengaktifan reflex baroreseptor. Pengaktifan tersebut mningkatkan aliran darah kebagian jantung yang rusak serta kontriksi arteri dan arteriol disebelah hilir. Hal ini menyebabkan darah berkumpul dijantung yang menimbulkan peregangan berlebihan terhadap sel-sel otot jantung. Apabila peregangan cukup hebat maka kontraktilitas jantung dapat berkurang karena sel-sel otot tertinggal pada  kurvapanjang tegangan.
3.      Syok kardiogenik
Terjadi apabila curah jantung sangat berkurangdalam waktu lama. Syok kardiogenik dapat fatal pada waktu infark atau menimbulkan kematian atau kelemahan beberapa hari atau minggu kemudian akibat gagal paru atau ginjal karena iskemia.
4.      Perikarditis
Terjadi beberapa hari setelah infark  dan timbul akibat reaksi peradangan setelah cedera atau kematian sel. Sebagian jenis perikarditis dapat timbul beberapa minggu setelah infark dan mencerminkan reaksi hipersensitifitas imun terhadap reaksi jaringan.
5.      Aneurisma ventrikel
Setelah infark kontraktillitas miokardium berkurang akibat timbulnya jaringan parut sehingga terjadi kelemahan pada otot jantung.
6.      Ruptur miokardium
Selama atau setelah infark berlangsung

H.    Pemeriksaan Penunjang
1.      EKG : menunjukkna peningkatan gelombang S – T, iskemia berarti ; penurunan atau
datarnya gelombang T, menunjukkan cedera, : dan atau adanya gelombang Q.
2.      Enzim jantung dan iso enzim : CPK –MB (isoenzim yang ditemukan pada otot jantung ) meningkat antara  4-6 jam, memuncak dalam 12 – 24 jam, kembali normal dalam 36-48 jam : LDH meningkat dalam 12-24 jam, memuncak dalam 24-48 jam, dan memakan waktu lama untuk kembali normal. AST ( aspartat amonitransfarase )meningkat (kurang nyata / khusus) terjadi dalam 6-12 jam, memuncak dalam 24 jam, kembali normal dalam 3-4 hari.
3.      Elektrolit : ketidak seimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan dapat mempengaruhi kontraktilitas.
4.      Sel darah putih : leukosit (10.000-20.000) biasanya tampak pada hari kedua setelah IM sehubungan dengan proses inflamasi.
5.      Kecepatan sedimentasi : meningkat pada hari kedua-ketiga setelah IM, menjukan iflamasi.
6.      Kimia : mungkin normal tergantung abnormalitas fungsi / perfusi organ akut / kronis
7.      GDA/oksimetri nadi : dapat menunjukkan hipoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.
8.      Kolesteron atau trigelisarida serum : meningkat, menunjukkan arteriosklerosis sebagai penyebab IM.
9.      Foto dada : mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK atau aneurisma ventrikuler.

I.       Penatalaksanaan Medis
1.      Istirahat total
2.      Diet makanan lunak atau saring serta rendah garam bila ada gagal jantung
3.      Pasang infuse dekstrose 5% untuk persiapan pemberian obat intravena
4.      Atasi nyeri
Morfin 2,5 – 5 mg iv atau petidin 25-50 mg im        bisa di ulang-ulang
Lain-lain      nitrat, antagonis kalsium dan beta bloker
5.      Oksigen 2-4 liter/menit
6.      Sedatif sedang seperti diazepam 3-4 x 2-5 mg peroral. Pada insomnia dapat ditambah flurazepam 15-30 mg
7.      Antikoagulasi
Heparin 20.000 – 40.000 U/ jam iv tiap 4-6 jam atau drip iv dilakukan atas indikasi. Diteruskan asetakumarol atau warfarin
8.      Streptokinase/trombolisis
9.      Pengobatan ditujukan untuk sedapat mungkin memperbaiki kembali aliran pembuluh darah koroner. Bila ada tenaga terlatih, trombolisis dapat diberikan sebelum dibawa ke rumah sakit. Dengan trombolisis kematian dapat diturunkan sebesar 40%.

C.    Penatalaksanaan Keperawatan
1.      Pengkajian
a)       Aktifitas
Gejala    :Kelemahan, Kelelahan, Tidak dapat tidur, Pola hidup menetap, Jadwal olah raga tidak teratur
Tanda     :TakikardiDispnea pada istirahat atau aaktifitas.

b)      Sirkulasi
Gejala     : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner, masalah tekanan darah, diabetes mellitus.
Tanda     : -  Tekanan darah dapat normal / naik / turun, Perubahan postural dicatat dari tidur sampai duduk atau berdiri, Nadi dapat normal , penuh atau tidak kuat atau lemah / kuat kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratur (disritmia).
-       Bunyi jantungBunyi jantung ekstra : S3 atau S4 mungkin menunjukkan gagal jantung atau penurunan kontraktilits atau komplain ventrikel.
-       MurmurBila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung
-       Friksi ; dicurigai Perikarditis
-       Irama jantung dapat teratur atau tidak teratur
-       Edema
Distensi vena juguler, edema dependent , perifer, edema umum, krekles mungkin ada dengan gagal jantung atau ventrikel.
-       WarnaPucat atau sianosis, kuku datar , pada membran mukossa atau bibir
c)      Integritas ego
Gejala   : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut mati, perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan, khawatir tentang keuangan , kerja , keluarga.
Tanda   : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku menyerang, fokus pada diri sendiri, koma nyeri.
d)     Eliminasi
Tanda   : normal, bunyi usus menurun.
e)      Makanan atau cairan
Gejala   : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau rasa terbakar
Tanda   : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah, perubahan berat
               badan
f)       Higiene
Gejala atau tanda : kesulitan melakukan tugas perawatan
g)      Neurosensori
Gejala   : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk atau istrahat )
Tanda   : perubahan mental, kelemahan

h)      Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala   :Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan dengan aktifitas ), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin (meskipun kebanyakan nyeri dalam dan viseral).
Lokasi :Tipikal pada dada anterior, substernal , prekordial, dapat menyebar ke tangan, ranhang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher.
Kualitas :“Crushing ”, menyempit, berat, menetap, tertekan.
Intensitas :Biasanya 10 (pada skala 1 -10), mungkin pengalaman nyeri paling buruk yang pernah dialami.

i)        Pernafasan:
Gejala :dispnea saat aktivitas ataupun saat istirahat,  dispnea nokturnal, batuk dengan atau tanpa produksi sputum, riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.
j)          Tanda :peningkatan frekuensi pernafasan, nafas sesak / kuat, pucat, sianosis, bunyi
               nafas ( bersih, krekles, mengi ), sputum
k)      Interaksi sosial
Gejala :Stress, Kesulitan koping dengan stressor yang ada misal : penyakit, perawatan di RS
Tanda :Kesulitan istirahat dengan tenang, Respon terlalu emosi ( marah terus-menerus, takut ), Menarik diri

2.      Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
1.      Nyeri (akut) berhubungan dengan iskemia jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri koroner
Intervensi :
a)      Ukurskala nyeri yang dirasakan klien
b)      Ajarkan teknik relaksasi untuk mengurangi nyeri seperti menarik nafas dalam, mendengarkan musik atau guided imagery.
c)      Kontrol faktor lingkungan yang mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan seperti menjaga suhu ruangan 25º C, jaga agar ruangan tetap tengang dan batasi pengunjung
d)     Monitor tanda-tanda vital klien
e)      Kolaborasi : berikan obat sesuai indikasi

2.      Pola nafas in efektif berhubungan dengan hiperventilasi
       Rencana tindakan yang diberikan adalah :
a)      Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal atau masker sesuai indikasi
b)      Kaji tanda-tanda vital klien
c)      Kaji kemampuan toleransi pasien dalam pelepasan alat oksigenasi saat makan
d)     Monitor aliran O2dan kondisi alat
e)      Monitor tingkatefektivitas terapi O2
f)       Berikan pasien lingkungan yang kondusif untuk istirahat dan proses penyembuhan

3.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokard dan kebutuhan
      Rencana tindakan yang diberikan adalah :
a)      Kaji tanda-tanda vital klien
b)      Bantu pasien mengkaji aktivitas ringan yang mampu dilakukan
c)      Bantu pasien untuk melakukan aktivitas fisik sehari-hari seperti ambulansi, pindah dan perawatan diri secara bertahap
d)     Anjurkan klien untuk Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas pada saat nyeri
e)      Batasi kunjungan kepada klien
f)       Anjurkan klien untuk menghindari peningkatan tekanan abomen, contoh mengejan saat defekasi
g)      Jelaskan pola peningkatan bertahap dari tingkat akivitas

4.      (Risiko tinggi) Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan/sumbatan aliran darah koroner.
Intervensi :
a)      Pantau perubahan kesadaran/keadaan mental yang tiba-tiba seperti bingung, letargi, gelisah, syok.
b)      Pantau tanda-tanda sianosis, kulit dingin/lembab dan catat kekuatan nadi perifer.
c)      Pantau fungsi pernapasan (frekuensi, kedalaman, kerja otot aksesori, bunyi napas)
d)      Pantau fungsi gastrointestinal (anorksia, penurunan bising usus, mual-muntah, distensi abdomen dan konstipasi).
e)      Pantau asupan caiaran dan haluaran urine, catat berat jenis.
f)       Kolaborasi pemeriksaan laboratorium (gas darah, BUN, kretinin, elektrolit)
g)      Kolaborasi pemberian agen terapeutik yang diperlukan:
- Hepari / Natrium Warfarin (Couma-din)
- Simetidin (Tagamet), Ranitidin (Zantac), Antasida.
- Trombolitik (t-PA, Streptokinase)Rawat bayi dengan suhu lingkungan sesuai

5.      Kecemasan b/d ancaman/perubahan kesehatan-status sosio-ekonomi; ancaman kematian.
Intervensi:
1.      Pantau respon verbal dan non verbal yang menunjukkan kecemasan klien.
2.      Dorong klien untuk mengekspresikan perasaan marah, cemas/takut terhadap situasi krisis yang dialaminya.
3.      Orientasikan klien dan orang terdekat terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan.
Kolaborasi pemberian agen terapeutik anti cemas/sedativa sesuai indikasi (Diazepam/Valium, Flurazepam/Dal-mane, Lorazepam/Ativan).

Keperawatan "Sistem Pernapasan"


LAPORAN PENDAHULUAN
ASMA BRONKHIALE

1.    Definisi
Asma bronchial adalah penyakit inflamasi obstruktif yang ditandai oleh periode episodik spasme otot-otot polos dalam dinding saluran bronkhial (spasme bronkus). Spasme bronkus ini menyempitkan jalan nafas sehingga membuat pernafasan menjadi sulit dan menimbulkan bunyi mengi (Asih & Effendy, 2004).
Asma bronchial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronki berespons dalam secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu, asma dimanifestasikan dengan penyempitan jalan nafas yang mengakibatkan dispnea, batuk dan mengi ( Brunner & Suddarth, 2002).
Asma bronchial didefinisikan sebagai penurunan fungsi paru dan hiperesponsitas jalan nafas terhadap berbagai ransang, karakteristik meliputi bronkospasme, hipersekresi mukosa dan perubahan inflamasi jalan nafas (Campbell & Haggerty dalam Carpenito, 1999).
Asma bronchial merupakan penyakit alergi yang menyebabkan spasme pada bronkiolus. Penderita akan mengalami kesulitan akan menghembuskan napas (ekspirasi). Penderita kelihatan sesak napas dan pada saat ekspirasi napasnya berbunyi wheezing (mengik) (Irfanuddin, 2008).
Asma bronchial merupakan penyakit alergi yang dipengaruhi oleh sistem imun tubuh. Sum-sum tulang belakang merupakan tempat produksi sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (lekosit) dan keping darah. Leukosit berfungsi sebagai serdadu tubuh yaitu membunuh dan memakan bibit penyakit/bakteri yang masuk kedalam tubuh. Sel leukosit meliputi :
  1. Agranulosit
Sel leukosit yang tidak mempunyai granula didalamnya, yang terdiri dari :
1.   Limfosit, macam leukosit yang dihasilkan dari jaringan RES dan kelenjar limfe, bentuknya ada yang besar dan kecil, didalam sitoplasmanya tidak terdapat granula dan intinya besar, banyak 20-25% dan fungsinya membunuh dan memakan bakteri yang masuk kedalam jaringan tubuh. Limfosit memproduksi antibodi, meliputi :


·         IG M
Berfungsi sebagai reseptor permukaan sel dan untuk tempat antigen melekat dan disekresikan dalam tahap-tahap awal respon.
·         IG G
Paling banyak terdapat dihasilkan di darah dihasilkan dalam jumlah besar ketika tubuh terpajan ulang ke antigen yang sama. Bersama-sama IG M dan IG G bertanggung jawab pada sebagian besar respon imun spesifik terhadap bakteri dan beberapa jenis virus.
·         IG E
      Mediator antibodi untuk respon alergi misalnya asma, biduran.
·         IG A
Dalam sekresi sistem  pencernaan, pernapasan dan genitourinaria serta didalam air susu dan air mata.
·         IG D
Terdapat dipermukaan sel B, tetapi fungsi belum jelas.
2.Monosit
Terbanyak dibuat di sum-sum merah, lebih besar dari limfosit, fungsinya sebagai fagosit dan banyaknya 34% dibawah mikroskop terlihat bahwa protoplasmanya lebar, warna biru sedikit abu-abu mempunyai bintik-bintik sedikit kemerahan. Inti selnya bulat atau panjang warnaya lembayung muda.

b.      Granulosit, disebut juga leukosit granular, terdiri dari :
    • Neotrofil atau polimor nuklear leukosit, mempunyai inti sel yang berangkai kadang-kadang seperti terpisah-pisah, protoplasmanya banyak bintik-bintik halus/granula, banyaknya 60%-70%.
    • Eosinofil. Ukuran dan bentuknya hampir sama dengan neutrofil tetapi granula dalam sitoplasmanya lebih besar, banyaknya kira-kira 24%.
    • Basofil, sel ini kecil dari pada eosinofil tetapi mempunyai inti yang bentuknya teratur, didalam protoplasmanya terdapat granula-granula besar. Banyaknya ½% disum-sum merah, fungsinya tidak diketahui.

2.     Etiologi
Asma sering dicirikan sebagai alergik, idiopatik, nonalergik atau gabungan, yaitu:
a)      Asma Alergik
Asma alergik disebabkan oleh alergen atau alergen-alergen yang dikenal (mis: serbuk sari, binatang, amarah, dan jamur) kebanyakan alergen terdapat diudara dan musiman. Pasien dengan asma alergik biasanya mempunyai riwayat keluarga yang alergik dan riwayat masa lalu ekzema atau rhinitis alergik. Pejanan terhadap alergen mencetus asma.
b)      Asma Idiopatik atau Non alergik
Asma idiopatik atau nonalergik tidak ada hubungan dengan alergen spesifik. Faktor-faktor, seperti comman cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi dan polutan lingkungan yang dapat mencetuskan ransangan.
Beberapa agens farmakologi, seperti aspirin dan agens anti inflamsi non steroid lainnya, pewarna rambut, antagonis beta-adrenergik dan agens sulfit (pengawet makanan) juga menjadi faktor.
Serangan asma idiopatik atau nonalergik menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkitis kronis dan emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
c)      Asma Gabungan
Asma gabungan adalah asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik maupun bentuk idiopatik atau non alergik





3.    Patofisiologi
Patofisiologi asma tampaknya melibatkan suatu hiperresponsivitas reaksi peradangan. Pada respons alergi di saluran nafas, antibodi IgE berikatan dengan alergen dan menyebabkan granulasi sel mast. Akibat granulasi tersebut, histamin dilepaskan. Histamin menyebabkan kontriksi otot polos bronkiolus. Apabila respons histaminnya berlebihan, maka dapat timbul spasme asmatik. Karena histamin juga meransang pembentukan mukus dan meningkatkan permeabilitas kapiler, maka juga akan terjadi kongesti dan pembengkakkan ruang intestisium paru.

Individu yang mengalami asma mungkin memiliki respons Ig E yang sensitif berlebihan terhadap suatu alergen atau sel-sel mast nya terlalu mudah mengalami degranulasi. Di manapun letak hipersensitivitas respons peradangan tersebut, hasil akhirnya adalah bronkospasme, pembentukan mukus, edema, dan obstruksi aliran udara. Apakah kejadian pencetus  dari suatu serangan asma adalah infeksi virus, debu, atau iritan alergi, reaksi peradangan hipersensitif dapat mencetuskan suatu serangan. Olah raga juga dapat berlaku sebagai suatu iritan karena terjadi aliran udara keluar masuk paru dalam jumlah besar dan cepat. Udara ini belum mendapat pelembaban (humidifikasi), penghangatan, atau pembersihan dari partikel-partikel debu secara adekuat sehingga dapat mencetuskan serangan asma.
Antagonis beta-adrenergik merupakan hal yang biasanya menyebabkan obstruksi jalan napas pada pasien asma demikian juga dengan pasien lain dengan peningkatan reaktivitas jalan napas. Oleh karena itu beta-adrenergik harus dihindarkan pada pasien asma. Senyawa sulfat yang secara luas digunakan sebagai agen sanitasi dan pengawet dalam industri makanan dan farmasi juga dapat menimbulkan obstruksi jalan napas pada pasien.
Faktor penyebab yang telah disebutkan diatas ditambah dengan sebab internal akan mengakibatkan timbulnya reaksi anti gen dan antibodi. Reasi tersebut mengakibatnya dikeluarkannya substansi alergi yang sebetulnya merupakan mekanisme tubuh dalam menghadapi serangan, yaitu dikeluarkannya histamin, bradikinin, dan anafilatoksin. Sekresi zat-zat tersebut menimbulkan tiga gejala seperti berkontraksinya otot polos, peningktan permeabilitas kapiler dan peningkatan sekresi mukus.

4.     Manfestasi Klinis
         Gejala asma terdiri atas triad : dispnue, batuk dan mengik (bengek atau sesak napas). Gejala sesak napas sering dianggap sebagai gejala yang harus ada (sin qua non). Hal tersebut berarti jika penderita menganggap penyakitnya adalah asma namun tidak mengeluhkan sesak napas, maka perawat harus yakin pasien bukan penderita penyakit asma.
Gambaran klinis pasien yang menderita asma:
  1. Gambaran objektif yang ditangkap adalah kondisi pasien dalam keadaan seperti ini:
·         Sesak napas parah dengan ekspirasi memanjang disertai wheezing.
·         Dapat disertai batuk dengan sputum kental atau sulit dikeluarkan.
·         Bernapas dengan menggunakan otot-otot napas tambahan.
·         Sianosis, takikardia, gelisah dan pulsus paradoksus.
·         Fase ekspirasi memanjang disertai wheezing.
  1. Gambaran subjektif adalah pasien mengeluhkan sukar bernapas, sesak dan anoreksia. 
  2. Gambaran psikososial adalah cemas, takut, mudah tersinggung dan kurangnya pengetahuan pasien terhadap penyakitnya.
 5. Patoflow.
6.     Komplikasi
Status asmatikus adalah keadaan spasme brokiolus berkepanjangan yang mengancam nyama yang tidak dapat dipulihkan oleh pengobatan. Pada keadaan ini, kerja pernafasan sangat meningkat. Appabila kerja pernafasan meningkat, maka kebutuhan oksigen juga meningkat. Karena individu yang mengalami serangan asma tidak memenuhi kebutuhan oksigen normalnya, maka jelas ia semangkin tidak sanggup untuk memenuhi kebutuhan oksigen yang sangat tinggi yang dibutuhkan untuk bernafas melawan spasme bronkiolus, pembengkakan bronkiolus, dan mukus yang kental
Situasi ini dapat menimbulkan pneumothoraks akibat besarnya tekanan untuk melawan ventilasi. Apabila individu kelelahan, maka dapat terjadi asidosis respiratorik, kegagalan pernafasn, dan kematian.

7. Diagnosis
1. Perangkat Diagnosis
a)      Analisa gas darah mungkin memperlihatkan penurunan konsentrasi oksigen arteri, dan mula-mula alkalosis respiratorik karena karbon dioksida dikeluarkan bersama pernafasan yang cepat. Apabila keadaan menetap atau memburuk, maka dapat terjadi asidosis respiratorik akibat status asmatikus.
b)      Volume akspirasi maksimum dan keepatan maksimum ekspirasi menurun.
c)      Di antara serangan asma, individu biasanya asimtomatik. Namun, sebagian perubahan samar pada uji fungsi paru dapat dideteksi pada keadaan tanpa serangan.
2. Pemeriksaan Diagnosis
a)      Ronsen dada: Temuan normal selama periode remisi
b)      Uji fungsi paru: Dilakukan untuk menentukan apakah abnormalitas fungsi bersifat obstruktif atau reatriktif; untuk memperkirakan tingkat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek terapi, mis. Bronkhodilator. Pemeriksaan fungsi pulmonari saat aktivitas juga mungkin dilakukan untuk mengevaluasi toleransi terhadap aktivitas pada mereka yang diketahui penyakit pulmonari proregsif
c)      TLC: Kadang meningkat
d)      Kapasitas respirasi: Meningkat
e)      Volume residual: Meningkat
f)      FEV/FVC: Rasio volume ekspiratori kuat terhadap kapasitas vital kuat menurun
g)      AGD: PaO2 menurun, PaCO2 menurun, PH sedang
h)      HSD dan hitung banding: Eosinofil meningkat
i)       Sputum: Kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengindentifikasi patogen, pemeriksaan sitologik untuk menyingkirkan malignansi yang mendasar atau gangguan alergik
j)       EKG: Penyimpangan aksis kanan, gelompang P memunak

8.    Penatalaksanaan Medis
Pengobatan asma yang paling berhasil adalah (1) menyingkirkan agens penyebab dan, (2) edukasi (penyuluhan) kesehatan. Sasaran dari penatalaksanaan medis asma adalah untuk meningkatkan fungsi normal individu, mencegah gejala kambuhan, cegah serangan hebat, dan mencegah efek samping obat. Tujuan utama dari berbagai medikasi yang diberikan untuk klien asma adalah untuk membuat klien mencapai relakasi bronkhial dengan cepat, progresif  dan berkelanjutan
 Karena diperkirakan bahwa inflamasi adalah proses fundamental dalam asma, maka inhalasi steroid bersama preparat inhalasi ß2- Adrenergik lebih sering diresepkan. Penggunaan inhalasi steroid memastikan bahwa obat mencapai lebih dalam kedalam paru dan tidak menyebabkan efek samping yang berkaitan steroid oral. Direkomendasikan bahwa inhalasi steroid akan menjadi berguna.